Bandung, detikwib.online | Diduga peredaran obat keras daftar G di wilayah hukum Polrestabes Bandung Provinsi Jawa Barat telah menjadi perhatian publik termasuk Atensi dari bapak 'Aing' (KDM). Gelombang masyarakat setempat dan gerakan swadaya masyarakat seperti Lembaga Komando Garuda Sakti Aliansi Indonesia (LKGSAI) mendesak Aparat Penegak Hukum (APH).
Ironisnya, peredaran ini dilakukan secara terbuka di sebuah warung kosong bersebelahan dengan Pt kharisma printex, tepatnya beralamat di Jl. Holis marga hayu Utara, Kecamatan Babakan Ciparay, Kota Bandung.
Meskipun posisi tak jauh dari Polsek Babakan Ciparay masyarakat berharap penindakan terhadap penjualan obat keras tersebut, aktivitas ilegal ini masih berlangsung secara terang-terangan. ungkap salah satu warga yang enggan' disebutkan namanya.
Hasil investigasi tim media dan Aliansi mengungkapkan bahwa toko yang memperjual belikan obat keras tersebut diketahui dimiliki oleh seseorang berinisial "Bagus", Ket penjaga toko yang bernama "Reja". Dalam konfirmasi langsung, Reja mengakui bahwa mereka memang menjual Tramadol dan Eximer secara bebas di kawasan tersebut dan mencoba untuk menyogok team 100rb untuk tidak di tindak lanjut.
Apa ini maksud nya, disini saya lagi kontrol sosial dengan surat tugas lengkap, ungkap salah satu dari anggota Lembaga.
Kondisi ini memicu kekhawatiran masyarakat, terutama karena obat-obatan golongan G seperti Tramadol dan Eximer seharusnya hanya dapat dikonsumsi atas resep, pengawasan ketat dari dokter dan memiliki izin edar. Penggunaan tanpa pengawasan medis dapat menimbulkan efek samping serius, bahkan berujung pada ketergantungan dan gangguan mental.
Desakan kepada Aparat Penegak Hukum Lembaga Komando Garuda Sakti Aliansi Indonesia (LKGSAI) mengecam keras lemahnya pengawasan serta tindakan dari aparat penegak hukum (APH) dalam menangani peredaran obat terlarang di wilayah Babakan Ciparay padahal sudah atensi dari bapak Gubernur Jawa Barat Kang Dedi Mulyadi (KDM).
Polsek setempat diminta untuk tidak menutup mata dan segera mengambil langkah tegas demi menyelamatkan generasi muda dari ancaman kerusakan mental akibat penyalahgunaan obat terlarang tersebut.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, pengedar obat golongan G tanpa izin resmi dapat dijerat dengan Pasal 435 dan 436, yang merupakan pengganti dari Pasal 196 UU No. 36 Tahun 2009, dengan ancaman pidana hingga 10 tahun penjara.
Harapan Masyarakat :
Masyarakat berharap aparat segera bertindak cepat, adil, dan transparan. Penegakan hukum harus dijalankan tanpa pandang bulu, termasuk jika ada oknum yang bermain di balik maraknya peredaran obat terlarang ini.
Generasi muda adalah aset bangsa, dan tugas seluruh elemen terutama aparat memastikan lingkungan yang aman, sehat, dan terbebas dari racun sosial seperti narkoba dan obat keras ilegal.
(Team)

